Kamis, 19 November 2009

Suara Dari Balik Gunung



Satu-satunya putra Papua yang duduk di kabinet Indonesia Bersatu jilid II yaitu Fredy Numberi, yang menjabat sebagai menteri perhubungan, dalam keterangannya beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa salah satu upaya untuk mengatasi masalah transportasi di Papua adalah dengan menghidupkan kembali transportasi perintis baik laut, maupun udara. Pihaknya juga menunggu laporan dari para kepala daerah terkait kebutuhan akan pesawat perintis di daerahnya masing-masing.

Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Puncak Jaya mengungkapkan bahwa program yang dicanangkan oleh Menteri Perhubungan Kabinet Indonesia Bersatu Fredi Numberi sangat baik, dan dinantikan oleh seluruh masyarakat pegunungan. “Hal ini diharapkan mampu mengatasi ketertinggalan di daerah pedalaman Papua. Ia mengakui bahwa penerbangan perintis di daerahnya dahulunya memang ada seperti Puncak Jaya-Nabire, namun belakangan ini sudah tidak berjalan lagi. “Penerbangan perintis di daerah kami sudah tidak aktif lagi, sementara kami sangat membutuhkan. Hal ini diakibatkan oleh perusahaan penerbangan sendiri, yang telah mengalihkan daerah operasinya ke daerah lain. Sedangkan untuk Puncak Jaya-Ilaga tidak berjalan akibat dari pemekaran Kabupaten Ilaga sendiri. “Pihak kami juga telah mencoba bekerjasama dengan Dinas Perhubungan Mimika, untuk menghidupkan transportasi perintis antar kedua daerah, namun hingga kini belum ada realisasi,”.

Proyek pembangunan lapter Sinak sendiri yang sempat tersendat selama dua tahun akibat dari pengusaha yang kurang konsisten. “Kami sudah mendesak agar pengerjaan segera dilanjutkan sehingga sekarang ini sudah memasuki tahap penyelesaian. Wewenang dan tanggung jawab di bawah dirjen perhubungan Udara, Jakarta. Kuasa penggunaan anggarannya oleh Kepala Bandar Udara Mulia, karena sumber dananya dari APBN, sementara kami hanya sebagai koordinasi,” ungkap Rumbino. Rumbino mengatakan, Bandara Sinak rencananya dirancang bisa didarati pesawat F-28 dan cargo untuk mengangkut bahan bangunan dan sembilan bahan pokok (Sembako). Sulitnya transportasi membuat harga kebutuhan pokok dan bahan bangunan di daerah pedalaman itu sangat mahal, tidak terjangkau oleh masyarakat kecil. Di samping itu pengoperasian bandara Sinak akan menghemat waktu bagi masyarakat yang mau bepergian ke Jayapura.

Menurut Bupati Kabupaten Puncak Jaya, Lukas Enembe, S.IP, transportasi merupakan salah satu penghambat pembangunan di daerahnya, selain faktor keamanan yang kurang kondusif sepanjang tahun. Sulitnya menjangkau daerah-daerah terpencil menyebabkan pembangunan di daerahnya tidak berjalan secara maksimal. Hal ini mengakibatkan masih ditemukannya suku-suku terpencil di pedalaman, yang masih asing dan belum tersentuh oleh arus moderenisasi. Suku Wano misalnya yang berada di distrik Yamo. Suku tersebut masih mengenal pola hidup secara berpindah-pindah tempat. Hidupnya sangat tergantung dengan alam. Enembe mengungkapkan bahwa untuk menjangkau daerah tersebut lewat akses darat sangat sulit, karena medannya yang tidak memungkinkan, untuk itu pihaknya sedang berupaya membuka lapangan terbang, yang dikerjakan secara swadaya. “Jika hal ini telah terealisasi, maka secara otomatis kita bisa membentuk pemerintahan, dan memberi pelayanan seperti kesehatan dan pendidikan,”.

Hal senada diungkapkan oleh anggota DPR Papua periode 2009-2014, Kenius Kogoya, yang merupakan putra asli Illu, Kabupaten puncak Jaya. “Saya sangat berharap ke depan ada perbaikan sistim transportasi di daerah pedalaman. Pesawat yang melayani masih sangat kurang. Selain itu bagi masyarakat kami di sana (Puncak Jaya-red), biaya transportasi sangat mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat umum,” kata Kogoya.

Hingga saat ini Puncak Jaya sendiri saat ini hanya memiliki tiga lapangan terbang untuk melayani distrik-distrik, yaitu Pawi, Illu, dan Torere. Untuk menjangkau daerah-daerah lainnya menurut Rumbino pihaknya telah bekerjasama dengan pihak gereja untuk membangun lapter yang bisa didarati oleh pesawat cesna maupun twin otter. Rumbino juga berharap dengan keterpilihan Fredy Numberi yang notabene adalah putra asli Papua, maka pada pemerintahan SBY lima tahun mendatang dapat lebih memperhatikan kondisi pedalaman Papua. “Kiranya bapak presiden bisa mendengar teriakan rakyat dari balik gunung”. Yabu Eruwok. (Pat/R3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar