Senin, 30 November 2009

Harapan Yang Tak Kunjung Tiba


Fisiknya mungkin tidak seperti orang lain namun tidak demikian dengan semangat hidupnya.
Sebuah rumah berdinding tripleks beratapkan seng berukuran tidak lebih dari empat kali enam meter yang terletak di jalan Ardipura 4 RW 5 sore itu tampak ramai. Seorang wanita tua tampak sedang mengayunkan kapak untuk membelah kayu bakar. Sesekali ia menyeka peluh yang membasahi mukanya yang sudah keriput. Seoarng wanita lain yang lebih muda sedang membersihkan halaman rumah dari sampah yang berserakan. Dua orang anak kecil sedang bermain dihalaman rumah yang tak lebih luas dari ukuran rumah itu. Kedatangan foja sendiri disambut oleh seorang lelaki dengan perawakan tegap namun bertumpu di kedua tongkat besinya karena kehilangan salah satu kakinya. Ia adalah Noach Yoas Mandobar (45), yang lebih akrab di sapa om Noach. “Itu ibu saya,” katanya menunjuk wanita yang sedang membelah kayu itu. “Dan yang itu istri saya dan kedua anak saya, yang seorang lagi sedang ikut latihan gerak jalan. Persiapan tujuh belasan!,” ungkapnya lagi sambil bersiap-siap menyambut kedua anak kecil yang berlari ke dekapannya.
Om Noach mulai bercerita tentang kehidupan yang dialaminya dan keluarganya. “Tahun 1995 saya berprofesi sebagai seorang loper koran, setelah itui saya bekerja menjadi seorang cady Golf di lapangan golf Kodam Cenderawasih. Disana saya kemudian saya dikursuskan sebagai driver,” ungkapnya. Namun karena sebuah hal Noach kemudian keluar dan oleh Tahi Butar Butar (Direktur Yayasan Pemberdayaan Kesejahteraan Masyarakat) ditugaskan sebagai driver. “Saya waktu itu sudah membulatkan tekad untuk mengabdi bagi sesama. Sering ketika merawat ODHA, saya bahkan tidak menggunakan pengaman, walaupun sering diingatkan teman-teman lain,”. Berkat pengabdiannya itu Noach pun merasa menemukan kebahagiaan tiada tara. “Walaupun harus mengunjungi kampung demi kampung, bahkan biasa pulang pagi, namun saya selalu merasa bahagia, karena merasa hidup saya sudah berguna untuk orang lain,”. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Nasib berkata lain. Sebuah peristiwa naas menimpa Noach.
“Saya mengalami kecelakaan motor tahun 2003 lalu dari perjalanan dari sentani ke Jayapura bersama seorang temannya. Motor slip dan jatuh bertepatan ketika sebuah truck melintas dan menggilas kaki saya,” katanya sambil memejamkan mata. Entah sepertinya masih trauma atau sedang mengingat sesuatu.
Dalam keadaan terluka parah sesorang yang lewat dengan mobil taft berhenti untuk menolongnya. “Waktu itu saya tidak pingsan karena saya masih sempat mendengar terikan histeris dari orang itu walaupun saya tidak bisa melihat mukanya,”. Sempat mengalami pertolongan pertama di RSUD Abepura, Noach akhirnya dirujuk ke RS Dok II, Jayapura.
Noach mengaku walaupun sempat merasa tertekan akibat harus menghadapi kenyataan kehilangan kaki kirinya, namun hal itu tidakberlarut-larut. Semangat hidupnya bangkit lagi. Ia pasrah menerima keadaan tersebut. “Mungkin ini adalah cobaan bagi saya dan keluarga,”.
Noach yang sebelumnya adalah seorang driver di Yayasan Pengembangan Kesejahteraan Masyarakat, Papua beralih tugas menjadi seorang operator mesin foto copy, di YPKM. “Saya juga bertugas menerima telepon yang masuk, dan mencetak tabloid untuk HIV-AIDS,”. Ia bahkan sudah mengikuti kursus komputer.
Setitik harapan terbersit ketika ia dinyatakan berhak atas satu kaki palsu buatan Sugeng dari program Kick Andy (Metro TV). Sayang seribu disayang kaki palsu tersebut ternyata tidak cocok dengan kaki buntungnya. Noach masih harus bertumpu pada kedua tongkatnya.
Dalam kunjungan tim Media Indonesia waktu itu mengundangnya tampil di acara Kick Andy. “Saya sangat bahagia jika saya bisa tampil disana. Saya sangat terinpirasi dengan sosok Sugeng yang cacat namun punya semangat hidup dan bisa berguna untuk sesamanya,”.
Menurut sang istri Yulian (41), Noach seorang yang tegar. “Dia tidak pernah mengeluh, setiap pekerjaan dilakukannya dengan senang,” kata Yuliana. Mereka juga sudah berkali-kali meminta bantuan kaki palsu kepada Dinas Sosial Provinsi, maupun Kota, namun selalu di tolak. Tidak ada alokasi dana. Jawaban yang selalu diterimanya.
Walaupun begitu Noach tidak berkecil hati. Setiap harinya ia menjalankan tugasnya di YPKM sambil mencoba memelihara tiga ekor babinya. Semua itu dilakukannya demi mewujudkan cita-cita ketiga buah hatinya; Daniel Mandobar (11), Abraham Yinseren (7), dan si bungsu Yana Yakomina (6). (R3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar