Kamis, 19 November 2009

Senyum dalam Derita



Menjalani hidup sebagai Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) bagi sebagian orang mungkin sangat berat. Menjalani hari-hari bagai neraka, tanpa semangat, dan tanpa aktivitas. Namun tidak demikian halnya dengan dua wanita ini. Julia Hutapea, yang lebih dikenal dengan nama mama Julia dan Yuliana Yarisetou, yang akrab disapa mama Yuli. Ditemui di sekretariat FHI, di Kotaraja beberapa waktu lalu oleh tim BERSAHAJA FOJA keduanya menceritakan pengalamannya sebagai penyandang status ODHA. “Saya tidak tahu persis kapan saya terinfeksi HIV-AIDS. Saya juga tidak tahu mengapa saya bisa terinfeksi. Yang saya pikirkan bagaimana saya bisa melawan penyakit ini dan mengisi hari-hari saya dengan kegiatan bermanfaat bagi saya dan orang lain,” kata mama Julia. Wanita berdarah Batak ini saat ini tercatat sebagai Koordinator IPPI (Ikatan Perempuan Positif Indonesia), perwakilan Papua. Menurutnya dengan mengisi hari-hari dengan berbagai kegiatan hal itu akan berdampak pada psikologi penderita, yang secara otomatis akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh ODHA. Demikian halnya dengan mama Yuliana yang juga mengaku tidak pernah merasa minder dengan penyakitnya itu. “Awalnya saya memang merasa malu. Saya bahkan bertanya tanya mengapa saya harus terinfeksi. Saya bahkan ditolak di lingkungan, Gereja, bahkan keluarga,”. Bahkan kenyataan pahit harus di terimanya setelah anak bungsunya juga dinyatakan positif. Hal itu disebabkan karena waktu itu masyarakat luas belum mengetahui secara benar informasi HIV-AIDS, termasuk cara penularannya.
Atas dukungan dari Bruder Agus Adil (konselor HIV&AIDS RS. Dian harapan), mama Yuli akhirnya memulai perjuangannya untuk bertahan hidup. Hingga saat ini Mama Yuli sudah mulai menemukan kepercayaan dirinya. Bahkan sekarang ini mama Yuli tercatat sebagai salah seorang staff FHI (Family Health International). Di IPPI sendiri mama Julia dan Mama Yuliana sangat aktif melakukan berbagai kegiatan Seperti pelatihan-pelatihan keterampilan, menyuarakan suara perempuan, study kebijakan, IMAI (Integrated Management of Adolescent and Adult Illness), dan aktif merangkul teman-teman ODHA, “Yang terpenting adalah Advokasi,” ujar mama Julia. “Di IPPI kita bisa menmukan teman-teman senasib jadi kita bisa lebih diterima. Selain itu kita bisa saling berbagi pengalaman, jadi intinya adalah disini kta bisa saling mendukung dan mengerti dengan keadaan,” kata mama Yuliana. Menurut mama Julia hingga saat ini IPPI Papua telah terdaftar sebanyak 32 ODHA, namun sebagian besar dari mereka belum sepenuhnya mau terbuka kepada masyrakat luas. “Hal ini tidak bisa dipaksakan. Kita hanya bisa memberi contoh yang baik agar mereka dapat mengikutinya,”. Dari pengalamannya, mama Julia berpendapat bahwa seorang ODHA sebenarnya bisa menetukan ditolak atau diterima di masyarakat melalui pembawaan diri, misalnya bagaimana seorang ODHA mampu merawat diri dengan selalu menjaga kebersihan dan juga memperhatikan gizi dan rutin makan obat.
Soal pemberdayaan ODHA juga mendapat sorotan dari Mama Julia. “Untuk mengembangkan potensi ODHA, kita harus memperhatikan bakat dan kemampuan mereka. Contohnya ketika saya mendapat bantuan berupa mesin jahit, tetapi karena saya tidak hobby dan tidak bisa menjahit maka mesin tersebut tidak dapat difungsikan dengan baik. Kesulitan lain adalah saat kami mengundang mereka untuk membuat sebuah kegiatan cukup rumit karena kami harus meminta mereka sama LSM pendampingnya,”. Mereka juga mengeluhkan hingga saat ini belum adanya lembaga donor tetap bagi IPPI papua.
Hingga kini kondisi mama Julia dan mama Yuliana tampak sehat. Mereka tampak ceria dan optimis menghadapi hari-harinya. Setiap harinya Mama Julia aktif sebagai penjual baju kaos bertemakan HIV-AIDS dan beberapa pernak-pernik lainnya di setiap kegiatan-kegiatan atau seminar-seminar HIV-AIDS. (TIM BERSAHAJA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar