Kamis, 26 November 2009
Blunder KIB Jilid II
Pelantikan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) telah berlalu, namun bukan berarti lepas dari sejumlah masalah mulai dari komposisi anggota kabinet yang didominasi oleh figur partai, kepastian PDI Perjuangan untuk berada di luar pemerintahan, penolakan sejumlah figur oleh masyarakat, dan yang menjadi kontroversi serta cukup menyita perhatian media adalah gagalnya Nila Moelek menjadi menteri kesehatan dan digantikan oleh Sri Endang Rahayu Setyaningsih.
Dalam sebuah wawancara di salah satu TV swasta nasional, salah seorang fungsionaris partai Demokrat, menyatakan bahwa ‘wajar saja jika yang masuk dalam susunan kabinet adalah orang-orang yang berkeringat’. Hal ini mengindikasikan bahwa SBY cenderung memberi prioritas kepada para tim sukses maupun tokoh parpol koalisi Demokrat, dibandingkan dengan kaum profesional, yang notabene lebih kompeten. Sebut saja nama-nama seperti Hatta Rajasa (PAN), Tifatul Sembiring (PKS), Fredy Numberi, Andi Mallarangeng (tim sukses), Surya Dharma Ali (PPP), dan lain-lain. Tercatat lebih dari 50% di antaranya merupakan figur yang berasal dari partai, sementara selebihnya merupakan kaum profesional. Pertanyaannya adalah apakah mereka (figur partai) cukup berkompeten untuk menduduki jabatan yang sangat penting ini?.
Pengamat politik Maswadi Rauf menilai, di sebuah media harian menilai bahwa pembentukan kabinet SBY kali ini memang sangat ditentukan oleh afiliasi partai. "SBY terlihat ingin melakukan power sharing dengan koalisinya. Hal ini bertentangan dengan keinginan banyak orang agar SBY memilih menteri yang ahli di bidangnya," kata Maswadi. Menurutnya memberikan kursi menteri kepada perwakilan partai politik bukan merupakan kesalahan, namun SBY seharusnya memilih orang-orang partai itu sesuai kebutuhan kementerian dan sesuai keahlian kandidat yang dipilihnya. “Hal ini tidak masalah, tetapi jangan orang sembarangan. Ini tidak hanya merugikan SBY, tapi juga rakyat Indonesia yang berharap banyak dari pemerintah," ujarnya.
Selain itu menurutnya di tubuh partai politik sebenarnya tersimpan para profesional. Namun, pada pemilihan orang-orang partai kali ini, ia menilai SBY agak mengabaikan syarat keahlian bagi seorang menteri. Maswadi berharap, dalam perjalanan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, SBY bisa melakukan evaluasi secara ketat terhadap kinerja menteri-menterinya. "Kalau dalam penilaiannya dipandang tidak layak, maka beliau harus berani memberhentikan. Jangan sampai menteri yang tidak bisa bekerja dibiarkan saja karena bisa merugikan rakyat Indonesia," kata Maswadi.
Hal senada diungkapkan oleh pengamat politik dari Universitas Cenderawasih Naffi Sanggenafa. Ia menilai komposisi KIB sudah cukup baik namun kurang berimbang antara profesional dengan figur partai. “Masyarakat semakin dewasa untuk menilai buktinya mereka melakukan protes terhadap Hatta Rajasa sebagai menteri perhubungan, karena dianggap tidak mempunyai keahlian di bidang itu, sementara untuk melakukan adaptasi itu butuh waktu. Figur-figur yang baru mesti banyak belajar kepada para pendahulunya agar tidak terjadi over laping, atau hal baru di luar apa yang telah diletakkan sebelumnya karena pembangunan itu harus berkelanjutan. Program 100 hari SBY itu sangat penting sehingga bisa dilakukan evalusi terhadap kinerja menteri itu. Contohnya gagalnya Nila Moelek menduduki jabatan Menkes merupakan blunder karena berdampak negatif terhadap psikologi ibu Nila. Seharusnya SBY menggunakan 100 hari itu sebagai evaluasi bagi kinerjanya,” kata Pembantu Rektor IV Uncen ini.
Ia juga menilai fit and proper test itu tidak menjamin kapabilitas para menteri. “Itu hanya wawancara mengenai apa yang diketahui oleh para kandidat soal posisinya nanti, jadi bisa dikatakan bahwa itu hanya formalitas saja. Kalau mau lebih akuarat seharusnya dilaksanakan oleh lembaga yang independen. “Namanya saja yang fit and proper test,”.
Sementara itu Ketua Fraksi PDIP DPR Papua Max Mirino menilai dalam penyusunan KIB jilid 2, SBY telah melakukan sebuah kemajuan dengan melakukan fit and proper test kepada masing-masing kandidat, dan diikuti secara terbuka oleh publik. “Ini sebuah terobosan baru, yang memberi nilai competitive adventage, dan berbeda dari penyusunan kabinet lainnya di waktu lalu, yang tiba-tiba saja diumumkan,” kata Mirino. Mirino juga memuji SBY, yang mengadakan National Summit, yaitu pertemuan para stake holder, dengan jajaran kabinet di awal masa tugasnya.
Ia juga tidak mempermasalahkan KIB, yang didominasi oleh wajah-wajah dengan latar belakang parpol. “Mereka itu dicalonkan oleh partai, dan tentu saja partai telah mengetahui kapasitas dari calon tersebut lagian mereka tentu mempunyai akses seperti konsultan dalam bekerja, sehingga kita tidak perlu meragukan kinerja mereka ke depan. Yang terpenting adalah bagaimana SBY konsisten menjaga keterbukaan yang telah dibangunnya ini ke depan”. Terkait PDIP sendiri yang tidak ambil bagian dalam KIB, Mirino mengatakan bahwa partainya telah mengambil kebijakan sebagai oposisi. “Salah jika mereka mengatakan kami ketinggalan kereta. Yang benar adalah kami tidak membeli tiket kereta!,” tegasnya membantah pernyataan Andi Alfian Mallarangeng beberapa waktu lalu. (Pat)
Gbr:gudangfurniture.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar