Jumat, 16 April 2010

Menuju Rumah Sakit Mandiri


RSUD Yowari yang diresmikan sejak tahun 2007 lalu masih mengalami berbagai kendala. Pembenahan terus dilakukan menuju rumah sakit yang mandiri.


Pagi sudah menjelang siang ketika aktivitas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari, Kabupaten Jayapura mulai terlihat. Di pintu masuk RS, lalu-lalang kendaraan bermotor, maupun pejalan kaki terlihat ramai. Ada pasien, pembesuk, ada pula perawat, dan staf rumah sakit.

Di depan poliklinik puluhan pasien tampak menunggu antrian. ”Pelayanan di RSUD Yowari ini sudah cukup baik, seperti pengambilan kartu, dan obat. Namun mungkin dokter perlu ditambah, karena kita pasien membutuhkan pelayanan yang cepat sehingga tidak usah menunggu lama, apalagi orang sakit kalau dibiarkan menunggu lama akan semakin parah. Ini perlu diperhatikan oleh manajemen,” kata Yahya Romawi. Menurut pria asal Nabire ini kebersihan juga menjadi nilai plus rumah sakit Yowari. ”Cukup bersih, dibandingkan dengan yang lain (rumah sakit lain). Saya ke sini check up gula darah kerena dengar dari teman kalau Yowari cukup baik,” katanya.
Senada dengan itu, ibu Dwi yang sedang mengantar putra kesayangannya yang sedang demam mengungkapkan bahwa ia lebih senang berobat ke sini daripada ke Puskesmas. ”Di samping rumah saya yang dekat dari sini saya juga senang karena di sini bersih. Tidak bau obat, cuma pelayanan agak lambat. Mungkin pasien terlalu banyak atau jumlah dokternya yang kurang,” kata warga Kertosari ini.

Ditemui di ruang kerjanya Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Yowari, dr. Nico Barends, M.Kes, mengungkapkan, bahwa permasalahan terbesar rumah sakit terletak pada pengelolaannya, bukan pada pembangunannya. ”Untuk mewujudkan pelayanan prima, setiap tahunnya biaya operasional RSUD Yowari bisa mencapai 20 hingga 25 miliar rupiah. Jadi biayanya sangat besar, karena jika tidak, akan jadi rumah sakit kumuh,” katanya.
Menurut Barends rumah sakit ini direncanakan dengan matang oleh Pemda dan menjadi prioritas di bidang kesehatan. ”Keseriusan itu terlihat jelas pada bagaimana pihak Pemda mempersiapkan sumber daya dalam mengelola rumah sakit ini, dan fasilitas yang tergolong lengkap untuk ukuran rumah sakit di Papua. Selain itu apa yang menjadi kebutuhan RSUD Yowari saat ini masih terpenuhi. Yang saya khawatirkan jika nantinya ada pergantian kepemimpinan di daerah, sehingga orientasi ke rumah sakit dialihkan ke Puskesmas. Ini akan berdampak pada kualitas pelayanan dan secara otomatis menyebabkan keluhan masyarakat,” ujarnya.

Lebih lanjut Barends mengatakan bahwa pasca terbitnya UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, sebenarnya memungkinkan rumah sakit sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLU), dalam artian semi swasta, yang tidak wajib menyetor pendapatannya ke kas daerah, tetapi dikelola sendiri untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. ”Tetapi walaupun tidak tergantung kepada pemerintah, tetapi subsidi harus tetap jalan,”.
Badan Layanan Umum (BLU) sendiri merupakan instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. ”Kita menargetkan tahun 2012 hal ini (BLU-red) bisa terwujud, dan ini sesuai dengan visi kabupaten, yaitu kemandirian,” kata Barends optimis.


Usaha Layanan Prima

Dalam bahasa Tanah Merah, dan daerah lain di Kabupaten Jayapura pada umumnya, kata Yowari merupakan gabungan dari dua kata yaitu yo, yang artinya rumah atau kampung, dan wari diartikan sebagai nafas atau kehidupan. Jadi secara harafiah dapat diartikan sebagai rumah pemberi kehidupan.
Kata ini sangat cocok untuk menggambarkan peran rumah sakit dalam kehidupan masyarakat. ”Sesuai namanya, maka kami berkomitment untuk menjadikan rumah sakit ini sebagai tempat pelayanan masyarakat, sehingga masyarakat bisa merasakan arti dari keberadaan rumah sakit ini,” kata Barends. Kendati begitu ia mengakui pada awalnya pasien yang datang Yowari masih sangat sedikit. Hal ini dikarenakan masih terbatasnya tenaga dokter, terutama dokter spesialis. ”Waktu itu kami masih menggunakan dokter part time,” ujarnya.

Berbagai usaha kemudian diupayakan oleh pihak manajemen RSUD untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal. Termasuk mendatangkan dokter-dokter spesialis dari luar. ”Untuk menarik minat para dokter spesialis datang ke sini, kami merangsangnya dengan honor hingga 15 juta rupiah per bulan yang sebelumnya hanya 5 juta rupiah. Hal ini kami lakukan karena kebutuhan akan dokter spesialis sangat tinggi, sementara hal itu juga merupakan syarat untuk memenuhi standar sebagai rumah sakit type C. Jadi dengan kebijakan itu, saat ini kami sudah memiliki dokter umum sebanyak 13 orang, 7 dokter spesialis, dan satu part time,” jelasnya.
Secara terang-terangan, Barends mengungkapkan kebijakan menaikkan honor dokter ini sebagai trik agar mereka bisa bertahan, karena menurutnya seorang dokter yang tidak memiliki hubungan emosional atau ikatan batin dengan Papua, akan sulit bertahan. ”Seorang tenaga medis harus memiliki jiwa pengabdian yang tinggi, dan tidak berorientasi terhadap materi. Kalau tidak, susah!,” tambahnya.
Walaupun hingga saat ini untuk memenuhi kebutuhan akan dokter spesialis di RSUD Yowari pemerintah daerah sedang menyekolahkan putra-putri daerah, namun belum mampu mengatasi persoalan ini. ”Sebagian masih dalam proses belajar jadi belum bisa diharapkan. Memang sudah ada yang kembali tapi belum cukup. Mudah-mudahan tahun ini ada lagi yang datang,”. Sementara itu untuk mengatasi kekurangan tenaga medis lainnya Pemkab telah mengakomodirnya pada setiap penerimaan CPNS setiap tahunnya.

“Saya berharap dengan tenaga yang masih kurang, pelayanan kepada masyarakat harus tetap menjadi perhatian. Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, maka dalam bekerja harus terikat dengan sumpahnya yakni untuk melayani masyarakat dengan sungguh-sungguh sepenuh jiwa dan hati,” kata Bupati Jayapura, Habel Melkias Suwae, suatu ketika.

Menurut Barends untuk standar Rumah Sakit Daerah, pelayanan di rumah sakit ini sudah cukup ideal. Kami terus memperbaiki kualitas pelayanan berdasarkan referensi pengaduan dari masyarakat melalui kotak saran yang ditempatkan di sudut-sudut rumah sakit. Bentuk bentuk pengaduan yang masuk seperti pelayanan apotek yang lambat dan solusinya adalah di lakukan standar waktu tunggu dan juga pengadaan mesin racik untuk obat-obatan.
Bahkan pada pertengahan tahun 2009 lalu, Pemkab telah meyelenggarakan Lokakarya Mekanisme Pengaduan Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan RSUD, dan Puskesmas yang ada di lingkungannya. ”Pengelolaan pengaduan masyarakat akan menjadi bahan evaluasi bagi peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit, maupun Puskesmas,” kata Sekda Kabupaten Jayapura, Ir. La Achmady, MM, ketika itu.
“Banyak pengaduan dari masyarakat yang merupakan respon atas kinerja pelayanan kami. Untuk itulah berdasarkan hal tersebut kami akan berjanji untuk melakukan perubahan-perubahan menuju perbaikan lebih baik ke depan. Upaya yang kami lakukan sudah terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah pasien yang berobat kemari. Ini menandakan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit ini mulai meningkat, walaupun terkadang yang datang itu adalah pasien yang seharusnya ditangani di Puskesmas, karena penyakitnya masih tergolong ringan, misalnya flu. Apalagi yang tinggalnya dekat dengan rumah sakit,” ungkap pemegang gelar S2 dari Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta ini.

”Dari semua yang kami telah lakukan, cukup memperlihatkan hasil yang menggembirakan. Pasien sudah mulai berdatangan, bahkan dari daerah lain. Untuk peningkatannya, memang belum bisa digambarkan dalam angka karena belum ada data pembanding. Termasuk untuk angka kematian cukup menurun drastis,” ungkap Barends.

Jamkesda
Pelaksanaan program kesehatan gratis sendiri menurut Barends sempat mengalami kendala, terutama dana Jamkesda Provinsi karena belum adanya petunjuk teknis (Juknis). ”Kami mesti hati-hati menggunakan dana itu, jika tidak mau berurusan dengan hukum. Jadi untuk tahun kemarin kami masih menggunakan dana kabupaten. Dan kami sangat selektif menentukan kepada siapa dana itu diberikan. Misalnya orang asli Kabupaten Jayapura yang benar-benar miskin, atau orang yang dalam keadaan darurat yang harus ditolong pada saat itu juga seperti melahirkan atau operasi dadakan. Padahal menggunakan Askes atau Jamkesmas itu aturannya harus ada rujukan dari Puskesmas, agar bisa diklaim. ”Kalau sudah begitu terpaksa kita yang pergi mengurusnya untuk memenuhi birokrasinya,”.
”Untuk tahun ini kami sudah bisa menggunakan dana Jamkesda Provinsi, karena Juknisnya sudah turun sejak November lalu. Jamkesda ini memang sangat membantu, namun birokrasinya sangat susah diterapkan, apalagi pemeriksaan dari BPK sangat ketat,”.


Pengembangan

RSUD Yowari dengan luas areal 10 hektar, masih sangat mungkin untuk dikembangkan ke depannya. Pasalnya arela yang digunakan baru mencapai 5 hektar, atau setengahnya. ”Di waktu lalu kami masih menggunakan ruang kelas III. Karena semakin membludaknya pasien dan tuntutan dari masyarakat maka kami telah membangun ruang VIP dan ruang kelas I dan telah diresmikan penggunannya oleh bapak bupati pada tanggal 27 Maret lalu. Jika ini belum cukup, maka kami akan tambah, termasuk pembangunan gudang farmasi,” jelasnya.

Soal kebersihan lingkungan rumah sakit walaupun sepintas tampak terjaga, namun Barends merasa belum puas. ”Kami belum bisa menerapkan aturan-aturan yang ekstrim. Kami masih sebatas himbauan,”. Menurut Barends banyaknya pintu masuk karena belum adanya pagar, menyebabkan pengunjung belum diatur, sehingga akan berdampak pada kebersihan lingkungan RS, karena orang dengan leluasa masuk membawa pinang, merokok di lingkungan rumah sakit. ”Kami hanya bisa menghimbau lewat pamflet, kecuali ICU yang kebersihannya kita jaga betul. Hal itu kami atasi dengan membuat pagar darurat,”.
Dampak lain dari ketiadaan pagar seperti jam berkunjung (pembesuk) belum bisa diatur. ”Dulu kami sudah pernah mencobanya, namun sangat sulit Tapi mudah-mudahan tahun ini kami bisa membangun pagar, agar semuanya bisa diatur. Jika hal ini terpenuhi, maka semuanya akan lebih tertib,” katanya. Barends berharap suatu waktu rumah sakit Yowari akan tampil sebagai pelayanan traumatik terbaik di Papua, di mana harus mempunyai layanan unggulan, misalnya memiliki dokter spesialis ortopedi, bedah syaraf, dengan fasilitas yang lengkap. ”Ini juga adalah amanat pak Bupati,” tegas Barends. Semoga. (Junaedy Patading)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar